Rabu, 30 Juni 2010

Sejarah Yogyakarta

YogyakartaSejarah Yogyakarta ~ Daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta telah dihuni orang sejak dahulu kala bahkan jauh berabad-abad sebelumnya. Mereka tertarik oleh karena kesuburan tanahnya yang disebabkan letusan gunung berapi. Menurut catatan sejarah, abad ke-9 didominasi oleh kerajaan Hindu dan Budha.

Kerajaan itulah yang mendirikan candi-candi yang menakjubkan seperti Prambanan, Ratu Boko, Kalasan, Sambisari, dan Borobudur. Menurut catatan sejarah, sebelum tahun 1755 Surakarta adalah Ibukota Kerajaan Mataram.

Pada awal abad ke-18, Kerajaan Islam Mataram saat itu dipimpin oleh Paku Buwono II. Sesudah beliau meninggal dunia, terjadi konflik antara putranya dengan saudara laki-lakinya yang terpengaruh oleh Belanda – pada masa itu Belanda berusaha menduduki daerah-daerah yang menjadi basis kekuasaan.

Sesudah perjanjian Giyanti (Palihan Nagari) pada tahun 1775, Mataram dibagi menjadi dua kerajaan, Kasultanan Surakarta Hadiningrat di bawah kekuasaaan Sunan Pakubuowono III dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Sesudah perjanjian Giyanti, pangeran Mangkubumi – saudara laki-laki Susunuhan Pakubuwono II – dinobatkan menjadi raja Ngayogyakarta Hadiningrat dengan nama Sultan Hamengku Buwono I.
Beliaulah yang mengawali garis keturunan para Sultan yang sampai saat ini masih tinggal tinggal di Kraton dan berperan penting dalam budaya masyarakat Jawa. Kerajaan kedua disebut dengan Yogyakarta, sekarang lebih dikenal dengan Yogya.
Pada tahun 1813, di bawah kekuasaan Inggris, untuk ketiga kalinya perpecahan terjadi di kerajaan Mataram. Pangeran Noto Kusumo, anak laki-laki Hamengku Buwono I, dinobatkan menjadi Pangeran Paku Alam I dan tinggal terpisah dari Kasultanan Yogyakarta.

Pada saat Republik Indonesia didirikan tanggal 17 Agustus 1945, sesudah proklamasi kemerdekaan, Ngayogyakarta Hadiningrat (Kasultanan) dan Pakualaman (Kadipaten) bergabung menjadi satu propinsi dan menjadi bagian dari Republik Indonesia dengan Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai gubernur dan Sri Paku Alam VIII sebagai wakil gubernur.

Sejak saat itu dikenal sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta dan berstatus propinsi pada tahun 1950 sebagai penghargaan karena berperan penting dalam berperang demi kemerdekaan.


Baca Selanjutnya »»»»

Makalah kebudayaan Suku Sunda

Jawa BaratMakalah kebudayaan Suku Sunda

BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG MASALAH
Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang memiliki
keanekaragaman di dalam berbagai aspek kehidupan. Bukti nyata adanya kemajemukan
di dalam masyarakat kita terlihat dalam beragamnya kebudayaan di Indonesia. Tidak
dapat kita pungkiri bahwa kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, karsa manusia yang
menjadi sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia.

Tidak ada satu masyarakat pun yang tidak memiliki kebudayaan. Begitu pula
sebaliknya tidak akan ada kebudayaan tanpa adanya masyarakat. Ini berarti begitu besar
kaitan antara kebudayaan dengan masyarakat.

Melihat realita bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural maka akan terlihat
pula adanya berbagai suku bangsa di Indonesia. Tiap suku bangsa inilah yang kemudian
mempunyai ciri kahas kebudayaan yang berbeda- beda. Suku Sunda merupakan salah
satu suku bangsa yang ada di Jawa. Sebagai salah satu suku bangsa di Indonesia, suku
Sunda memiliki kharakteristik yang membedakannya dengan suku lain. Keunikan
kharakteristik suku Sunda ini tercermin dari kebudayaan yang mereka miliki baik dari
segi agama, mata pencaharian, kesenian dan lain sebagainya.
Suku Sunda dengan sekelumit kebudayaannya merupakan salah satu hal yang menarik untuk dipelajari dalam bidang kajian mata kuliah Pluralitas dan Integritas Nasional yang pada akhirnya akan menjadi bekal ilmu pengetahuan bagi kita.

RUMUSAN MASALAH
Untuk memudahkan dalam pembahasan masalah maka penulis membatasi pada
Seperti apakah kebudayaan suku Sunda ?
Bagaimana masalah sosial yang ada dalam masyarakat Sunda ?
Bagaimana sistem interaksi dalam masyarakat Sunda ?
Bagaimana stratifikasi masyarakat Sunda ?

TUJUAN MAKALAH

Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :
Mengetahui kebudayaan suku Sunda.
Memahami salah satu bentuk masalah sosial yang ada dalam masyarakat Sunda.
Menelaah sistem interaksi dalam kehidupan keseharian suku Sunda.
Mengetahui akan stratifikasi suku Sunda.

Melihat realita bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural maka akan terlihat
pula adanya berbagai suku bangsa di Indonesia. Tiap suku bangsa inilah yang kemudian
mempunyai ciri kahas kebudayaan yang berbeda- beda. Suku Sunda merupakan salah
satu suku bangsa yang ada di Jawa. Sebagai salah satu suku bangsa di Indonesia, suku
Sunda memiliki kharakteristik yang membedakannya dengan suku lain. Keunikan
kharakteristik suku Sunda ini tercermin dari kebudayaan yang mereka miliki baik dari
segi agama, mata pencaharian, kesenian dan lain sebagainya.
Suku Sunda dengan sekelumit kebudayaannya merupakan salah satu hal yang menarik untuk dipelajari dalam bidang kajian mata kuliah Pluralitas dan Integritas Nasional yang pada akhirnya akan menjadi bekal ilmu pengetahuan bagi kita. 

RUMUSAN MASALAH 

Untuk memudahkan dalam pembahasan masalah maka penulis membatasi pada
Seperti apakah kebudayaan suku Sunda ?
Bagaimana masalah sosial yang ada dalam masyarakat Sunda ?
Bagaimana sistem interaksi dalam masyarakat Sunda ?
Bagaimana stratifikasi masyarakat Sunda ?
TUJUAN MAKALAH
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu :
Mengetahui kebudayaan suku Sunda.
Memahami salah satu bentuk masalah sosial yang ada dalam masyarakat Sunda.
Menelaah sistem interaksi dalam kehidupan keseharian suku Sunda.
Mengetahui akan stratifikasi suku Sunda.
BAB II
PEMBAHASAN
Suku Sunda adalah kelompok etnis yang berasal dari bagian barat pulau Jawa,
Indonesia, dari Ujung Kulon di ujung barat pulau Jawa hingga sekitar Brebes (mencakup
wilayah administrasi propinsi Jawa Barat, Banten, sebagian DKI Jakarta, dan sebagian
Jawa Tengah. Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di
Indonesia. Kerana letaknya yang berdekatan dengan ibu kota negara maka hampir seluruh
suku bangsa yang ada di Indonesia terdapat di provinsi ini. 65% penduduk Jawa Barat
adalah Suku Sunda yang merupakan penduduk asli provinsi ini. Suku lainnya adalah
Suku Jawa yang banyak dijumpai di daerah bagian utara Jawa Barat, Suku Betawi banyak
mendiami daerah bagian barat yang bersempadan dengan Jakarta. Suku Minang dan Suku
Batak banyak mendiami Kota-kota besar di Jawa Barat, seperti Bandung, Cimahi, Bogor,
Bekasi, dan Depok. Sementara itu Orang Tionghoa banyak dijumpai hampir di seluruh
daerah Jawa Barat.
KEBUDAYAAN SUKU SUNDA
Kebudayaan Sunda merupakan salah satu kebudayaan yang menjadi sumber kekayaan
bagi bangsa Indonesia yang dalam perkembangannya perlu dilestarikan. Kebudayaan-
kebudayaan tersebut akan dijabarkan sebagai berikut :
SISTEM KEPERCAYAAN
Hampir semua orang Sunda beragama Islam. Hanya sebagian kecil yang tidak
beragama Islam, diantaranya orang-orang Baduy yang tinggal di Banten Tetapi juga ada
yang beragama Katolik, Kristen, Hindu, Budha.Selatan. Praktek-praktek sinkretisme dan
mistik masih dilakukan. Pada dasarnya seluruh kehidupan orang Sunda ditujukan untuk
memelihara keseimbangan alam semesta.
Keseimbangan magis dipertahankan dengan upacara-upacara adat, sedangkan
keseimbangan sosial dipertahankan dengan kegiatan saling memberi (gotong royong).
Hal yang menarik dalam kepercayaan Sunda, adalah lakon pantun Lutung Kasarung,
salah satu tokoh budaya mereka, yang percaya adanya Allah yang Tunggal (Guriang
Tunggal) yang menitiskan sebagian kecil diriNya ke dalam dunia untuk memelihara
kehidupan manusia (titisan Allah ini disebut Dewata). Ini mungkin bisa menjadi jembatan
untuk mengkomunikasikan Kabar Baik kepada mereka.

MATA PENCAHARIAN

Suku Sunda umumnya hidup bercocok tanam. Kebanyakan tidak suka merantau atau
hidup berpisah dengan orang-orang sekerabatnya. Kebutuhan orang Sunda terutama
adalah hal meningkatkan taraf hidup. Menurut data dari Bappenas (kliping Desember
1993) di Jawa Barat terdapat 75% desa miskin. Secara umum kemiskinan di Jawa Barat
disebabkan oleh kelangkaan sumber daya manusia. Maka yang dibutuhkan adalah
pengembangan sumber daya manusia yang berupa pendidikan, pembinaan, dll.
KESENIAN
KIRAB HELARAN
Kirap helaran atau yang disebut sisingaan adalah suatu jenis kesenian tradisional atau
seni pertunjukan rakyat yang dilakukan dengan arak-arakan dalam bentuk helaran.
Pertunjukannya biasa ditampilkan pada acara khitanan atau acara-acara khusus seperti ;
menyambut tamu, hiburan peresmian, kegiatan HUT Kemerdekaan RI dan kegiatan hari-
hari besar lainnya. Seperti yang diikuti ratusan orang dari perwakilan seluruh kelurahan
di Cimahi, yang berupa arak-arakan yang pernah digelar pada saat Hari Jadi ke-6 Kota
Cimahi. Kirap ini yang bertolak dari Alun-alun Kota Cimahi menuju kawasan

perkantoran Pemkot Cimahi, Jln. Rd. Demang Hardjakusumah itu, diikuti oleh
kelompok-kelompok masyarakat yang menyajikan seni budaya Sunda, seperti sisingaan,
gotong gagak, kendang rampak, calung, engrang, reog, barongsai, dan klub motor.
KARYA SASTRA
Di bawah ini disajikan daftar karya sastra dalam bahasa Jawa yang berasal dari daerah
kebudayaan Sunda. Daftar ini tidak lengkap, apabila para pembaca mengenal karya sastra
lainnya dalam bahasa Jawa namun berasal dari daerah Sunda,
Babad Cerbon
Cariosan Prabu Siliwangi
Carita Ratu Galuh
Carita Purwaka Caruban Nagari
Carita Waruga Guru
Kitab Waruga Jagat
Layang Syekh Gawaran
Pustaka Raja Purwa
Sajarah Banten
Suluk Wuyung Aya
Wahosan Tumpawarang
Wawacan Angling Darma
Wawacan Syekh Baginda Mardan
Kitab Pramayoga/jipta Sara
PENCAK SIALAT CIKALONG
Pencak silat Cikalong tumbuh dikenal dan menyebar, penduduk tempatan menyebutnya
"Maempo Cikalong". Khususnya di Jawa Barat dan diseluruh Nusantara pada umumnya,
hampir seluruh perguruan pencak silat melengkapi teknik perguruannya dengan aliran ini.
Daerah Cianjur sudah sejak dahulu terkenal sebagai daerah pengembangan kebudayaan
Sunda seperti; musik kecapi suling Cianjuran, klompen cianjuran, pakaian moda
Cianjuran yang sampai kini dipergunakan dll.
SENI TARI
TARI JAIPONGAN
Tanah Sunda (Priangan) dikenal memiliki aneka budaya yang unik dan menarik,
Jaipongan adalah salah satu seni budaya yang terkenal dari daerah ini. Jaipongan atau
Tari Jaipong sebetulnya merupakan tarian yang sudah moderen karena merupakan
modifikasi atau pengembangan dari tari tradisional khas Sunda yaitu Ketuk Tilu.Tari
Jaipong ini dibawakan dengan iringan musik yang khas pula, yaitu Degung. Musik ini
merupakan kumpulan beragam alat musik seperti Kendang, Go'ong, Saron, Kacapi, dsb.
Degung bisa diibaratkan 'Orkestra' dalam musik Eropa/Amerika. Ciri khas dari Tari
Jaipong ini adalah musiknya yang menghentak, dimana alat musik kendang terdengar
paling menonjol selama mengiringi tarian. Tarian ini biasanya dibawakan oleh seorang,
berpasangan atau berkelompok. Sebagai tarian yang menarik, Jaipong sering dipentaskan
pada acara-acara hiburan, selamatan atau pesta pernikahan. 

TARI MERAK 
TARI TOPENG
SENI MUSIK DAN SUARA 

Selain seni tari, tanah Sunda juga terkenal dengan seni suaranya. Dalam memainkan
Degung biasanya ada seorang penyanyi yang membawakan lagu-lagu Sunda dengan nada
dan alunan yang khas. Penyanyi ini biasanya seorang wanita yang dinamakan Sinden.
Tidak sembarangan orang dapat menyanyikan lagu yang dibawakan Sinden karena nada
dan ritme-nya cukup sulit untuk ditiru dan dipelajari.Dibawah ini salah salah satu
musik/lagu daerah Sunda :
Bubuy Bulan
Es Lilin
Manuk Dadali
Tokecang
Warung Pojok

WAYANG GOLEK 

Jepang boleh terkenal dengan 'Boneka Jepangnya', maka tanah Sunda terkenal dengan
kesenian Wayang Golek-nya. Wayang Golek adalah pementasan sandiwara boneka yang
terbuat dari kayu dan dimainkan oleh seorang sutradara merangkap pengisi suara yang
disebut Dalang. Seorang Dalang memiliki keahlian dalam menirukan berbagai suara
manusia. Seperti halnya Jaipong, pementasan Wayang Golek diiringi musik Degung
lengkap dengan Sindennya. Wayang Golek biasanya dipentaskan pada acara hiburan,
pesta pernikahan atau acara lainnya. Waktu pementasannya pun unik, yaitu pada malam
hari (biasanya semalam suntuk) dimulai sekitar pukul 20.00 - 21.00 hingga pukul 04.00
pagi. Cerita yang dibawakan berkisar pada pergulatan antara kebaikan dan kejahatan
(tokoh baik melawan tokoh jahat). Ceritanya banyak diilhami oleh budaya Hindu dari
India, seperti Ramayana atau Perang Baratayudha. Tokoh-tokoh dalam cerita mengambil
nama-nama dari tanah India.Dalam Wayang Golek, ada 'tokoh' yang sangat dinantikan
pementasannya yaitu kelompok yang dinamakan Purnakawan, seperti Dawala dan Cepot.
Tokoh-tokoh ini digemari karena mereka merupakan tokoh yang selalu memerankan
peran lucu (seperti pelawak) dan sering memancing gelak tawa penonton. Seorang
Dalang yang pintar akan memainkan tokoh tersebut dengan variasi yang sangat menarik.

ALAT MUSIK 

Calung adalah alat musik Sunda yang merupakan prototipe dari angklung. Berbeda
dengan angklung yang dimainkan dengan cara digoyangkan, cara menabuh calung adalah
dengan mepukul batang (wilahan, bilah) dari ruas-ruas (tabung bambu) yang tersusun
menurut titi laras (tangga nada) pentatonik (da-mi-na-ti-la). Jenis bambu untuk
pembuatan calung kebanyakan dari awi wulung (bambu hitam), namun ada pula yang
dibuat dari awi temen (bambu yang berwarna putih)
Angklung adalah sebuah alat atau waditra kesenian yang terbuat dari bambu khusus yang
ditemukan oleh Bapak Daeng Sutigna sekitar tahun 1938. Ketika awal penggunaannya
angklung masih sebatas kepentingan kesenian local atau tradisional
KETUK TILU
Ketuk Tilu adalah suatu tarian pergaulan dan sekaligus hiburan yang biasanya
diselenggarakan pada acara pesta perkawinan, acara hiburan penutup kegiatan atau
diselenggrakan secara khusus di suatu tempat yang cukup luas. Pemunculan tari ini di
masyarakat tidak ada kaitannya dengan adat tertentu atau upacara sakral tertentu tapi
murni sebagai pertunjukan hiburan dan pergaulan. Oleh karena itu tari ketuk tilu ini
banyak disukai masyarakat terutama di pedesaan yang jarang kegiatan hiburan.

SENI BANGRENG 

Seni Bangreng adalah pengembangan dari seni "Terbang" dan "Ronggeng". Seni terbang
itu sendiri merupakan kesenian yang menggunakan "Terbang", yaitu semacam rebana
tetapi besarnya tiga kali dari alat rebana. Dimainkan oleh lima pemain dan dua orang
penabu gendang besar dan kecil.
RENGKONG
Rengkong adalah salah satu kesenian tradisional yang diwariskan oleh leluhur
masyarakat Sunda. Muncul sekitar tahun 1964 di daerah Kabupaten Cianjur dan orang
yang pertama kali memunculkan dan mempopulerkannya adalah H. Sopjan. Bentuk
kesenian ini sudah diambil dari tata cara masyarakat sunda dahulu ketika menanam padi
sampai dengan menuainya

KUDA RENGGONG 

Kuda Renggong atau Kuda Depok ialah salah satu jenis kesenian helaran yang terdapat di Kabupaten Sumedang, Majalengka dan Karawang. Cara penyajiannya yaitu, seekor kuda atau lebih di hias warna-warni, budak sunat dinaikkan ke atas punggung kuda tersebut, Budak sunat tersebut dihias seperti seorang Raja atau Satria, bisa pula meniru pakaian para Dalem Baheula, memakai Bendo, takwa dan pakai kain serta selop.
KECAPI SULING
Kacapi Suling adalah salah satu jenis kesenian Sunda yang memadukan suara alunan
Suling dengan Kacapi (kecapi), iramanya sangat merdu yang biasanya diiringi oleh
mamaos (tembang) Sunda yang memerlukan cengkok/ alunan tingkat tinggi khas Sunda.
Kacapi Suling berkembang pesat di daerah Cianjur dan kemudian menyebar kepenjuru
Parahiangan Jawa Barat dan seluruh dunia.


SISTEM KEKERABATAN

Sistem keluarga dalam suku Sunda bersifat parental, garis keturunan ditarik dari pihak
ayah dan ibu bersama. Dalam keluarga Sunda, ayah yang bertindak sebagai kepala
keluarga. Ikatan kekeluargaan yang kuat dan peranan agama Islam yang sangat
mempengaruhi adat istiadat mewarnai seluruh sendi kehidupan suku Sunda.Dalam suku
Sunda dikenal adanya pancakaki yaitu sebagai istilah-istilah untuk menunjukkan
hubungan kekerabatan. Dicontohkannya, pertama, saudara yang berhubungan langsung,
ke bawah, dan vertikal. Yaitu anak, incu (cucu), buyut (piut), bao, canggahwareng atau
janggawareng, udeg-udeg, kaitsiwur atau gantungsiwur. Kedua, saudara yang
berhubungan tidak langsung dan horizontal seperti anak paman, bibi, atau uwak, anak
saudara kakek atau nenek, anak saudara piut. Ketiga, saudara yang berhubungan tidak
langsung dan langsung serta vertikal seperti keponakan anak kakak, keponakan anak
adik, dan seterusnya. Dalam bahasa Sunda dikenal pula kosa kata sajarah dan sarsilah
(salsilah, silsilah) yang maknanya kurang lebih sama dengan kosa kata sejarah dan
silsilah dalam bahasa Indonesia. Makna sajarah adalah susun galur/garis keturunan.
BAHASA
Bahasa yang digunakan oleh suku ini adalah bahasa Sunda. Bahasa Sunda adalah bahasa
yang diciptakan dan digunakan sebagai alat komunikasi oleh Suku Sunda, dan sebagai
alat pengembang serta pendukung kebudayaan Sunda itu sendiri. Selain itu bahasa Sunda
merupakan bagian dari budaya yang memberi karakter yang khas sebagai identitas Suku
Sunda yang merupakan salah satu Suku dari beberapa Suku yang ada di Indonesia.

ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

Masalah pendidikan dan teknologi di dalam masyarakat suku Sunda sudah bisa
dibilang berkembang baik.Ini terlihat dari peran dari pemerintah Jawa Barat. Pemerintah
Jawa Barat memiliki tugas dalam memberikan pelayanan pembangunan pendidikan bagi
warganya, sebagai hak warga yang harus dipenuhi dalam pelayanan pemerintahan. Visi
Pemerintah Jawa Barat, yakni "Dengan Iman dan Takwa Jawa Barat sebagai Provinsi
Termaju di Indonesia dan Mitra Terdepan Ibukota Negara Tahun 2010" merupakan
kehendak, harapan, komitmen yang menjadi arah kolektif pemerintah bersama seluruh
warga Jawa Barat dalam mencapai tujuan pembangunannya.

Pembangunan pendidikan merupakan salah satu bagian yang sangat vital dan
fundamental untuk mendukung upaya-upaya pembangunan Jawa Barat di bidang lainnya.
Pembangunan pendidikan merupakan dasar bagi pembangunan lainnya, mengingat secara
hakiki upaya pembangunan pendidikan adalah membangun potensi manusia yang kelak
akan menjadi pelaku pembangunan.
Dalam setiap upaya pembangunan, maka penting untuk senantiasa mempertimbangkan
karakteristik dan potensi setempat. Dalam konteks ini, masyarakat Jawa Barat yang
mayoritas suku Sunda memiliki potensi, budaya dan karakteristik tersendiri. Secara
sosiologis-antropologis, falsafah kehidupan masyarakat Jawa Barat yang telah diakui
memiliki makna mendalam adalah cageur, bageur, bener, pinter, tur singer. Dalam kaitan
ini, filosofi tersebut harus dijadikan pedoman dalam mengimplementasikan setiap
rencana pembangunan, termasuk di bidang pendidikan. Cageur mengandung makna sehat
jasmani dan rohani. Bageur berperilaku baik, sopan santun, ramah, bertata krama. Bener
yaitu jujur, amanah, penyayang dan takwa. Pinter, memiliki ilmu pengetahuan. Singer
artinya kreatif dan inovatif.Sebagai sebuah upaya mewujudkan pembangunan pendidikan
berfalsafahkan cageur, bageur, bener, pinter, tur singer tersebut, ditempuh pendekatan
social cultural heritage approach. Melalui pendekatan ini diharapkan akan lahir peran
aktif masyarakat dalam menyukseskan program pembangunan pendidikan yang
digulirkan pemerintah

ADAT ISTIADAT
UPACARA ADAT PERKAWINAN SUKU SUNDA 

Adat Sunda merupakan salah satu pilihan calon mempelai yang ingin merayakan pesta
pernikahannya. Khususnya mempelai yang berasal dari Sunda. Adapun rangkaian
acaranya dapat dilihat berikut ini.
Nendeun Omong, yaitu pembicaraan orang tua atau utusan pihak pria yang berminat
mempersunting seorang gadis.
Lamaran. Dilaksanakan orang tua calon pengantin beserta keluarga dekat. Disertai
seseorang berusia lanjut sebagai pemimpin upacara. Bawa lamareun atau sirih pinang
komplit, uang, seperangkat pakaian wanita sebagai pameungkeut (pengikat). Cincin tidak
mutlak harus dibawa. Jika dibawa, bisanya berupa cincing meneng, melambangkan
kemantapan dan keabadian.
Tunangan. Dilakukan ‘patuker beubeur tameuh’, yaitu penyerahan ikat pinggang warna
pelangi atau polos kepada si gadis.
Seserahan (3 - 7 hari sebelum pernikahan). Calon pengantin pria membawa uang,
pakaian, perabot rumah tangga, perabot dapur, makanan, dan lain-lain.
Ngeuyeuk seureuh (opsional, Jika ngeuyeuk seureuh tidak dilakukan, maka seserahan
dilaksanakan sesaat sebelum akad nikah.)
Dipimpin pengeuyeuk.
Pengeuyek mewejang kedua calon pengantin agar meminta ijin dan doa restu kepada
kedua orang tua serta memberikan nasehat melalui lambang-lambang atau benda yang
disediakan berupa parawanten, pangradinan dan sebagainya.
Diiringi lagu kidung oleh pangeuyeuk
Disawer beras, agar hidup sejahtera.
dikeprak dengan sapu lidi disertai nasehat agar memupuk kasih sayang dan giat bekerja.
Membuka kain putih penutup pengeuyeuk. Melambangkan rumah tangga yang akan
dibina masih bersih dan belum ternoda.
Membelah mayang jambe dan buah pinang (oleh calon pengantin pria). Bermakna agar
keduanya saling mengasihi dan dapat menyesuaikan diri.
Menumbukkan alu ke dalam lumpang sebanyak tiga kali (oleh calon pengantin pria).
Membuat lungkun. Dua lembar sirih bertangkai saling dihadapkan. Digulung menjadi
satu memanjang. Diikat dengan benang kanteh. Diikuti kedua orang tua dan para tamu
yang hadir. Maknanya, agar kelak rejeki yang diperoleh bila berlebihan dapat dibagikan
kepada saudara dan handai taulan.
Berebut uang di bawah tikar sambil disawer. Melambangkan berlomba mencari rejeki dan
disayang keluarga.
Upacara Prosesi Pernikahan
Penjemputan calon pengantin pria, oleh utusan dari pihak wanita
Ngabageakeun, ibu calon pengantin wanita menyambut dengan pengalungan bunga
melati kepada calon pengantin pria, kemudian diapit oleh kedua orang tua calon
pengantin wanita untuk masuk menuju pelaminan.
Akad nikah, petugas KUA, para saksi, pengantin pria sudah berada di tempat nikah.
Kedua orang tua menjemput pengantin wanita dari kamar, lalu didudukkan di sebelah kiri
pengantin pria dan dikerudungi dengan tiung panjang, yang berarti penyatuan dua insan
yang masih murni. Kerudung baru dibuka saat kedua mempelai akan menandatangani
surat nikah.
Sungkeman,
Wejangan, oleh ayah pengantin wanita atau keluarganya.
Saweran, kedua pengantin didudukkan di kursi. Sambil penyaweran, pantun sawer
dinyanyikan. Pantun berisi petuah utusan orang tua pengantin wanita. Kedua pengantin
dipayungi payung besar diselingi taburan beras kuning atau kunyit ke atas payung.
Meuleum harupat, pengantin wanita menyalakan harupat dengan lilin. Harupat disiram
pengantin wanita dengan kendi air. Lantas harupat dipatahkan pengantin pria.
Nincak endog, pengantin pria menginjak telur dan elekan sampai pecah. Lantas kakinya
dicuci dengan air bunga dan dilap pengantin wanita.
Buka pintu. Diawali mengetuk pintu tiga kali. Diadakan tanya jawab dengan pantun
bersahutan dari dalam dan luar pintu rumah. Setelah kalimat syahadat dibacakan, pintu
dibuka. Pengantin masuk menuju pelaminan

MASALAH SOSIAL DALAM MASYARAKAT SUKU SUNDA

Kebudayaan Sunda termasuk salah satu kebudayaan suku bangsa di Indonesia yang
berusia tua. Bahkan, dibandingkan dengan kebudayaan Jawa sekalipun, kebudayaan
Sunda sebenarnya termasuk kebudayaan yang berusia relatif lebih tua, setidaknya dalam hal pengenalan terhadap budaya tulis. "Kegemilangan" kebudayaan Sunda di masa lalu,khususnya semasa Kerajaan Tarumanegara dan Kerajaan Sunda, dalam perkembangannya kemudian seringkali dijadikan acuan dalam memetakan apa yang dinamakan kebudayaanSunda. Dalam perkembangannya kebudayaan Sunda kini seperti sedang kehilangan ruhnya kemampuan beradaptasi, kemampuan mobilitas, kemampuan tumbuh dan berkembang, serta kemampuan regenerasi. Kemampuan beradaptasi kebudayaan Sunda, terutama dalam merespons berbagai tantangan yang muncul, baik dari dalam maupun dari luar, dapat dikatakan memperlihatkan tampilan yang kurang begitu menggembirakan. Bahkan, kebudayaan Sunda seperti tidak memiliki daya hidup manakala berhadapan dengan tantangan dari luar. Akibatnya, tidaklah mengherankan bila semakin lama semakin banyak unsur kebudayaan Sunda yang tergilas oleh kebudayaan asing. Sebagai contoh paling jelas, bahasa Sunda yang merupakan bahasa komunitas orang Sunda tampak semakin jarang digunakan oleh pemiliknya sendiri, khususnya para generasi muda Sunda. Lebih memprihatinkan lagi, menggunakan bahasa Sunda dalam komunikasi sehari-hari terkadang diidentikkan dengan "keterbelakangan", untuk tidak mengatakan primitif. Akibatnya, timbul rasa gengsi pada orang Sunda untuk menggunakan bahasa Sunda dalam pergaulannya sehari-hari. Bahkan, rasa "gengsi" ini terkadang ditemukan pula pada mereka yang sebenarnya merupakan pakar di bidang bahasa Sunda, termasuk untuk sekadar mengakui bahwa dirinya adalah pakar atau berlatar belakang keahlian dibidang bahasa Sunda.

Adanya kondisi yang menunjukkan lemahnya daya hidup dan mutu hidup
kebudayaan Sunda disebabkan karena ketidakjelasan strategi dalam mengembangkan
kebudayaan Sunda serta lemahnya tradisi, baca, tulis , dan lisan (baca, berbeda pendapat)

di kalangan komunitas Sunda. Ketidakjelasan strategi kebudayaan yang benar dan tahan
uji dalam mengembangkan kebudayaan Sunda tampak dari tidak adanya "pegangan
bersama" yang lahir dari suatu proses yang mengedepankan prinsip-prinsip keadilan
tentang upaya melestarikan dan mengembangkan secara lebih berkualitas kebudayaan
Sunda. Apalagi jika kita menengok sekarang ini kebudayaan Sunda dihadapkan pada
pengaruh budaya luar. Jika kita tidak pandai- pandai dalam memanajemen masuknya
budaya luar maka kebudayaan Sunda ini lama kelamaan akan luntur bersama waktu.
Berbagai unsur kebudayaan Sunda yang sebenarnya sangat potensial untuk
dikembangkan, bahkan untuk dijadikan model kebudayaan nasional dan kebudayaan
dunia tampak tidak mendapat sentuhan yang memadai. Ambillah contoh, berbagai
makanan tradisional yang dimiliki orang Sunda, mulai dari bajigur, bandrek, surabi,
colenak, wajit, borondong, kolontong, ranginang, opak, hingga ubi cilembu, apakah ada strategi besar dari pemerintah untuk mengemasnya dengan lebih bertanggung jawab agar bisa diterima komunitas yang lebih luas.

Lemahnya budaya baca, tulis, dan lisan ditengarai juga menjadi penyebab lemahnya
daya hidup dan mutu hidup kebudayaan Sunda. Lemahnya budaya baca telah
menyebabkan lemahnya budaya tulis. Lemahnya budaya tulis pada komunitas Sunda
secara tidak langsung merupakan representasi pula dari lemahnya budaya tulis dari
bangsa Indonesia. Fakta paling menonjol dari semua ini adalah minimnya karya-karya
tulis tentang kebudayaan Sunda ataupun karya tulis yang ditulis oleh orang Sunda

SISTEM INTERAKSI DALAM SUKU SUNDA

Jalinan hubungan antara individu- individu dalam masyarakat suku Sunda dalam
kehidupan sehari- hari berjalan relatif positif. Apalagi masyarakat Sunda mempunyai sifat someah hade ka semah. Ini terbukti banyak pendatang tamu tidak pernah surut berada ke Tatar Sunda ini, termasuk yang enggan kembali ke tanah airnya. Lebih jauh lagi, banyaksekali sektor kegiatan strategis yang didominasi kaum pendatang. Ini juga sebuah faktayang menunjukkan bahwa orang Sunda mempunyai sifat ramah dan baik hati kepadakaum pendatang dan tamu.

Diakui pula oleh etnik lainnya di negeri ini bahwa sebagian besar masyarakat Sunda
memang telah menjalin hubungan yang harmonis dan bermakna dengan kaum pendatang
dan mukimin. Hal ini ditandai oleh hubungan mendalam penuh empati dan persahabatan
Tidaklah mengherankan bahwa persahabatan, saling pengertian, dan bahkan persaudaraan
kerap terjadi dalam kehidupan sehari-hari antara warga Sunda dan kaum pendatang.
Hubungan urang Sunda dengan kaum pendatang dari berbagai etnik dalam konteks apa
pun-keseharian, pendidikan, bisnis, politik, dan sebagainya-dilakukan melalui
komunikasi yang efektif. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa kesalahpahaman dan
konflik antarbudaya antara masyarakat Sunda dan kaum pendatang kerap terjadi dalam
kehidupan sehari-hari. Yang menjadi penyebab utamanya adalah komunikasi dari posis
posisi yang terpolarisasikan, yakni ketidakmampuan untuk memercayai atau secara serius
menganggap pandangan sendiri salah dan pendapat orang lain benar.
Perkenalan pribadi, pembicaraan dari hati ke hati, gaya dan ragam bahasa (termasuk
logat bicara), cara bicara (paralinguistik), bahasa tubuh, ekspresi wajah, cara menyapa,cara duduk, dan aktivitas-aktivitas lain yang dilakukan akan turut memengaruhi berhasiltidaknya komunikasi antarbudaya dengan orang Sunda. Pada akhirnya, di balik kearifan,sifat ramah, dan baik hati orang Sunda, sebenarnya masih sangat kental sehingga halini menjadi penunjang di dalamterjalinnya system interaksi yang berjalan harmonis.

STRATIFIKASI SUKU SUNDA

Masyarakat Jawa Barat, yaitu masyarakat Sunda, mempunyai ikatan keluarga yang
sangat erat. Nilai individu sangat tergantung pada penilaian masyarakat. Dengan
demikian, dalam pengambilan keputusan, seperti terhadap perkawinan, pekerjaan, dll.,
seseorang tidak dapat lepas dari keputusan yang ditentukan oleh kaum keluarganya.
Dalam masyarakat yang lebih luas, misalnya dalam suatu desa, kehidupan masyarakatnya
sangat banyak dikontrol oleh pamong desa. Pak Lurah dalam suatu desa merupakan “top
leader” yang mengelola pemerintahan setempat, berikut perkara-perkara adat dan
keagamaan. Selain pamong desa ini, masih ada golongan lain yang dapat dikatakan
sebagai kelompok elite, yaitu tokoh-tokoh agama. Mereka ini turut selalu di dalam proses pengambilan keputusan-keputusan bagi kepentingan kehidupan dan perkembangan desa
yang bersangkutan. Paul Hiebert dan Eugene Nida, menggambarkan struktur masyarakat
yang demikian sebagai masyarakat suku atau agraris.1

masyarakat umum

Perbedaan status di antara kelompok elite dengan masyarakat umum dapat terjadi berdasarkan status kedudukan, pendidikan, ekonomi, prestige sosial dan kuasa. Robert Wessing, yang telah meneliti masyarakat Jawa Barat mengatakan bahwa ada kelompok “in group” dan “out group” dalam struktur masyarakat. Kaum memandang sesamanya sebagai “in group” sedang di luar status mereka dipandang sebagai “out group.

W.M.F. Hofsteede, dalam disertasinya Decision–making Process in Four West Java
Villages (1971) juga menyimpulkan bahwa ada stratifikasi masyarakat ke dalam
kelompok elite dan massa. Elite setempat terdiri dari lurah, pegawai-pegawai daerah dan pusat, guru, tokoh-tokoh politik, agama dan petani-petani kaya. Selanjutnya, petanimenengah, buruh tani, serta pedagang kecil termasuk pada kelompok massa. Informal leaders, yaitu mereka yang tidak mempunyai jabatan resmi di desanya sangat
berpengaruh di desa tersebut, dan diakui sebagai pemimpin kelompok khusus atau
seluruh desa.

Hubungan seseorang dengan orang lain dalam lingkungan kerabat atau keluarga
dalam masyarakat Sunda menempati kedudukan yang sangat penting. Hal itu bukan
hanya tercermin dari adanya istilah atau sebutan bagi setiap tingkat hubungan itu yang
langsung dan vertikal (bao, buyut, aki, bapa, anak, incu) maupun yang tidak langsung dan
horisontal (dulur, dulur misan, besan), melainkan juga berdampak kepada masalah
ketertiban dan kerukunan sosial. Bapa/indung, aki/nini, buyut, bao menempati kedudukan
lebih tinggi dalam struktur hubungan kekerabatan (pancakaki) daripada anak, incu, alo,
suan.
Begitu pula lanceuk (kakak) lebih tinggi dari adi (adik), ua lebih tinggi dari
paman/bibi. Soalnya, hubungan kekerabatan seseorang dengan orang lain akan
menentukan kedudukan seseorang dalam struktur kekerabatan keluarga besarnya,
menentukan bentuk hormat menghormati, harga menghargai, kerjasama, dan saling
menolong di antara sesamanya, serta menentukan kemungkinan terjadi-tidaknya
pernikahan di antara anggota-anggotanya guna membentuk keluarga inti baru.
Pancakaki dapat pula digunakan sebagai media pendekatan oleh seseorang untuk
mengatasi kesulitan yang sedang dihadapinya. Dalam hubungan ini yang lebih tinggi
derajat pancakaki-nya hendaknya dihormati oleh yang lebih rendah, melebihi dari yang
sama dan lebih rendah derajat pancakaki-nya.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Suku Sunda merupakan salah satu suku bangsa yang ada di Jawa. Suku Sunda
memiliki kharakteristik yang unik yang membedakannya dengan masyarakat suku lain.
Kekharakteristikannya itu tercermin dari kebudayaan yang dimilikinya baik dari segi
agama, bahasa, kesenian, adat istiadat, mata pencaharian, dan lain sebagainya.
Kebudayaan yang dimiliki suku Sunda ini menjadi salah satu kekayaan yang dimiliki
oleh bangsa Indonesia yang perlu tetap dijaga kelestariannya. Dengan membuat makalah
suku Sunda ini diharapkan dapat lebih mengetahui lebih jauh mengenai kebudayaan suku
Sunda tersebut dan dapat menambah wawasan serta pengetahuan yang pada
kelanjutannya dapat bermanfaat dalam dunia kependidikan.

Baca Selanjutnya »»»»

Jakarta | Sejarah Kebudayaan Jakarta

JakartaSejarah Kebudayaan Jakarta ~ Jakarta memang punya daya pesona luar biasa. Betapa tidak..? Kedudukannya sebagai ibukota Negara Indonesia telah memacu perkernbangannya menjadi pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat perindustrian, dan pusat kebudayaan. Jakarta menjadi muara mengalirnya pendatang baru dari seluruh penjuru Nusantara dan juga dari manca negara. Unsur. seni budaya yang beranekaragam yang dibawa serta oleh para pendatang itu menjadikan wajah Jakarta semakin memukau, bagaikan. sebuah etalase yang memampangkan keindahan Jakarta ratna manikam yang gemerlapan. lbarat pintu gerbang yang megah menjulang Jakarta telah menyerap ribuan pengunjung dari luar dan kemudian bermukim sebagai penghuni tetap.

Lebih dari empat abad lamanya arus pendatang dari luar itu terus mengalir ke Jakarta tanpa henti-hentinya. Bahkan sampai detik inipun kian hari tampak semakin deras, sehingga menambah kepadatan kota. Pada awal pertumbuhannya Jakarta dihuni oleh orang-orang Sunda, Jawa, Bali, Maluku, Melayu, dan dari beberapa daerah lainnya, di samping orang-orang Cina, Belanda, Arab, dan lain-lain, dengan sebab dan tujuan masing- masing. Mereka membawa serta adat-istiadat dan tradisi budayanya sendiri Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi antar penduduk, adalah bahasa Melayu dan bahasa Portugis Kreol, pengaruh orang-orang Portugis yang lebih dari satu abad malang melintang berniaga sambil menyebarkan kekuasaanya di Nusantara.

Di Jakarta dan sekitarnya berangsur-angsur terjadi pembauran antar suku bangsa, bahkan antar bangsa, dan lambat laun keturunannya masing- masing kehilangan ciri-ciri budaya asainya. Akhirnya sernua unsur itu luluh lebur menjadi sebuah kelompok etnis baru yang kemudian Betawi etnis baru yang kemudian dikenal dengan sebutan masyarakat Betawi.

Dari masa ke masa masyarakat Betawi terus berkembang dengan ciri-ciri budayanya yang makin lama semakin mantap sehingga mudah dibedakan dengan kelompok etnis lain. Namun bila dikaji pada permukaan wajahnya sering tampak unsur-unsur kebudayaan yang menjadi sumber asalnya.

Jadi tidaklah mustahil bila bentuk kesenian Betawi itu sering menunjukkan persarnaan dengan kesenian daerah atau kesenian bangsa lain.
Bagi masyarakat Betawi sendiri segala yang tumbuh dan berkembang ditengah kehidupan seni budayanya dirasakan sebagai miliknya sendiri seutuhnya, tanpa mempermasalahkan dari mana asal unsur-unsur yang telah membentuk kebudayaannya itu. Demikian pulalah sikap terhadap keseniannya sebagai salah satu unsur kebudayaan yang paling kuat mengungkapkan ciriciri ke Betawiannya, terutama pada seni pertunjukkannya..

Berbeda dengan kesenian kraton yang merupakan hasil karya para seniman di lingkungan istana dengan penuh pengabdian terhadap seni, kesenian Betawi justru tumbuh dan berkernbang di kalangan rakyat secara spontan dengan segala kesederhanaannya. Oleh karena itu kesenian Betawi dapat digolongkan sebagai kesenian rakyat.
Salah satu bentuk pertunjukan rakyat Betawi yang sering ditampilkan dalarn pesta-pesta rakyat adalah ondel-ondel. Nampaknya ondel-ondel memerankan leluhur atau nenek moyang yangsenantiasa menjaga anak cucunya atau penduduk suatu desa.

Ondel-ondel yang berupa boneka besar itu tingginya sekitar ± 2,5 m dengan garis tengah ± 80 cm, dibuat dari anyarnan barnbu yang disiapkan begitu rupa sehingga mudah dipikul dari dalarnnya. Bagian wajah berupa topeng atau kedok, dengan rambut kepala dibuat dari ijuk. Wajah ondel-ondel laki-laki di cat dengan warna merah, sedang yang perempuan dicat dengan warna putih Bentuk pertunjukan ini banyak persamaannya dengan yang terdapat di beberapa daerah lain. Di Pasundan dikenal dengan sebutan Badawang, di Jawa Tengah disebut Barongan Buncis, di Bali barong landung. Menurut perkiraan jenis pertunjukan itu sudah ada sejak sebelum tersebarnya agama Islam di Pulau Jawa. Semula ondel-ondel berfungsi sebagai penolak bala atau gangguan roh halus yang gentayangan. Dewasa ini ondel-ondel biasanya digunakan untuk to menambah semarak pesta- pesta rakyat atau untuk penyambutan tamu terhormat, misainya pada peresmian gedung yang baru selesai dibangun. Betapapun derasnya arus modernisasi, ondel-ondel ternyata masih tetap bertahan dan menjadi penghias wajah kota metropolitan Jakarta.
Dalam dunia musik Betawi terdapat perbauran yang harmonis antara unsur priburni dengan unsur Cina, dalam bentuk orkes gambang kromong yang tampak pada alat-alat musiknya. Sebagian alat seperti gambang,kromong, kemor, kecrek, gendang, kempul dan gong adalah unsur pribumi, sedangkan sebagian lagi berupa alat musik gesek Cina yakni kongahyan, tehyan, dan skong. Dalam lagu-lagu yang biasa dibawakan orkes tersebut, rupanya bukan saja terjadi pengadaptasian, bahkan pula pengadopsian lagu-lagu Cina yang disebut pobin, seperti pobin mano Kongjilok, Bankinhwa, Posilitan, Caicusiu dan sebagainya. Biasanya disajikan secara instrumental. Terbentulknya orkes gambang kromong tidak dapat dilepaskan dari Nie Hu-kong, seorang pemimpin golongan Cina

Pada pertengahan abad ke- delapan belas di Jakarta, yang dikenal sebagai penggemar musilk. Atas prakarsanyalah terjadi penggabungan alat-alat musik yang biasa terdapat dalarn gamelan pelog slendro dengan yang dari Tiongkok. Terutama orang- orang peranakan Cina, seperti halnya Nie Hu-kong, lebih dapat menikmati tarian dan nyanyian para ciokek, yaitu para penyanyi ciokeks merangkap penari pribumi yang biasa diberi nama bunga-bunga harurn di Tiongkok, seperti Bwee Hoa, Han Siauw, Hoa, Han Siauw dan lain-lain. Pada masa-masa lalu orkes garnbang kromong hanya dimiliki oleh babah- babah peranakan yang tinggal di sekitar Tangerang dan Bekasi, selain di Jakarta sendiri.

Dewasa ini orkes gambang kromong biasa digunakan untuk mengiringi tari pertunjukan kreasi baru, pertunjukan kreasi baru, seperti tari Sembah Nyai, Sirih Kuning dan sebagainya, disamping sebagai pengiring tari pergaulan yang disebut tari cokek. Sebagai pembukaan pada tari cokek ialah wawayangan. Penari cokek berjejer memanjang sambil melangkah maju mundur mengikuti irarna garnbang kromong. Rentangan tangannya setinggi bahu meningkah gerakan kaki.

Setelah itu mereka Setelah itu mereka untuk menari bersarna,dengan mengalungkan selendang pertama-tama kepada tarnu yang dianggap paling terhormat. Bila yang diserahi selendang itu bersedia ikut menari maka mulailah mereka ngibing, menari berpasang-pasangan. Tiap pasang berhadapan pada jarak yang dekat tetapi tidak saling bersentuhan. Ada kalanya pula pasangan-pasangan itu saling membelakangi. Kalau tempatnya cukup leluasa biasa pula ada gerakan memutar dalam lingkaran yang cukup luas. Pakaian penari cokek biasanya terdiri atas baju kurung dan celana panjang dari bahan semacam sutera berwarna.

Ada yang berwarna merah menyala, hijau, ungu, kuning dan sebagainya, polos dan menyolok. Di ujung sebelah bawah celana biasa diberi hiasan dengan kain berwarna yang serasi. Selembar selendang panjang terikat pada pinggang dengan kedua ujungnya terurai ke bawah Rambutnya tersisir rapih licin ke belakang. Ada pula yang dikepang kemudian disanggulkan yang bentuknya tidak begitu besar, dihias dengan tusuk ronde bergoyang-goyang. Orkes gambang kromong biasa pula mengiringi teater lenong. Teater rakyat Betawi ini dalam beberapa segi tata pentasnya mengikuti pola opera Barat, dilengkapi dekor dan properti lainnya, sebagai pengaruh komedi stambul, komedi ala Barat berbahasa Melayu, yang berkernbang pada awal abad ke- duapuluh.

Dewasa ini dikenal dua macam lenong. Bila yang dibawakan adalah cerita- cerita kerajaan atau cerita bangsawan, disebut lenong denes, sedang bila ceritanya diangkat dari kehidupanrakyat atau jagoan disebut lenong preman. Lenong denes dapat dianggap sebagai pekembangan dari beberapa bentuk teater rakyat Betawi yang dewasa ini telah punah, yaitu wayang sumedar, senggol, dan wayang dermuluk. Sedang lenong preman adalah perkembangan dari wayang sironda. Bahasa yang dipergunakan dalam lenong denes adalah bahasa Melayu Tinggi, yaitu variasi bahasa Melayu ihalusi yang struktur dan perbendaharaan katanya bersifat Malayu Klasik. Bahasa yang dipergunakan dalam lenong preman adalah dialek Betawi sehari- hari, sehingga sangat kornunikatif dan akrab dengan penontonnya.

Pengaruh Eropa yang kuat pada salah satu bentuk musik rakyat Betawi, tampak jelas pada orkes tanjidor, yang biasa menggunakan klarinet, trombon, piston, trompet dan sebagainya. Alat-alat musik tiup yang sudah berumur lebih dari satu abad masih banyak digunakan oleh grup-grup tanjidor. Mungkin bekas alat-alat musik militer pada masa jayanya penguasa kolonial [tempo doeloe] Dengan alat-alat setua itu tanjidor biasa digunakan untuk mengiringi helaran atau arak-arakan pengantin Membawakan lagu-lagu barat berirama imarsi dan [Wals] yang susah sulit dilacak asal-usulnya, karena telah disesuaikan dengan selera dan kemampuan ingatan panjaknya dari generasi kegenerasi. Orkes tanjidor mulai timbul pada abad ke 18. VaIckenier, salah seorang Gubernur Jenderal Belanda pada jaman itu tercatat memiliki sebuah rombongan yang terdiri dari 15 orang pemain alat musik tiup, digabungkan dengan pemain gamelan, pesuling Cina dan penabuh tambur Turki, untuk memeriahkan berbagai pesta. Karena biasa dimainkan oleh budak-budak, orkes demikian itu dahulu disebut Slaven-orkes. Dewasa ini tanjidor sering ditampilkan untuk menyambut tamu-tamu dan untuk memeriahkan arak-arakan.

Musik Betawi lainnya yang banyak memperoleh pengaruh Barat adalah kroncong tugu yang konon berasal dari Eropa Selatan. Sejak abad ke 18 musik ini berkembang di kalangan Masyarakat Tugu, yaitu sekelompok masyarakat keturunan golongan apa yang disebut Mardijkers, bekas anggota tentara Portugis yang dibebaskan dari tawanan Belanda. Setelah beralih dari Katolik menjadi Protestan, mereka ditempatkan di Kampung Tugu, dewasa ini termasuk wilayah Kecamatan Koja, Jakarta Utara, dengan jemaat dan gereja tersendiri yang dibangun pertama kali pada tahun 1661. Pada masa-masa yang lalu keroncong ini dibawakan sambil berbiduk-biduk di sungai di bawah sinar bulan, disamping untuk pertunjukan, bahkan untuk mengiringi lagu-lagu gerejani. Alat-alat musik keroncong tugu masih tetap seperti tiga abad yang lalu, terdiri dari keroncong, biola, ukulele, banyo, gitar, rebana, kernpul, dan selo.

Dalam hal kosturn ada satu hal yang unik, yaitu tiap mengadakan pertunjukan dirnana saja dan kapan saja, para pernainnya selalu mengenakan syal yang dililitkan pada leher masing-masing. Sedangkan para pemusik wanita mengenakan kain kebaya.

Musik Betawi yang berasal dari Timur Tengah adalah orkes gambus. Pada kesempatan-kesempatan tertentu, misalnya untuk memeriahkan pesta perkawinan, orkes gambus digunakan untuk mengiringi tari zafin, yakni tari pergaulan yang lazimnya hanya dilakukan oleh kaum pria saja. Tetapi sekarang ini sudah mulai ada yang mengembangkannya menjadi tari pertunjukan dengan mengikutsertakan penari wanita. Di samping orkes gambus, musik Betawi yang menunjukkan adanya pengaruh Timur Tengah dan bernafaskan agama Islam adalah berbagai jenis orkes rebana. Berdasarkan alatnya, sumber sair yang dibawakannya dan latar belakang sosial pendukungnya rebana Betawi terdiri dari bermacam-macam jenis dan nama, seperti rebana ketimpring, rebana ngarak, rebana dor dan rebana biang. Sebutan rebana ketimpring mungkin karena adanya tiga pasang kerincingan yakni semacam kecrek yang dipasang pada badannya yang terbuat dari kayu. Kalau rebana Ketimpring digunakan untuk memeriahkan arak-arakan, misainya mengarak pengantin pria menuju rurnah mempelainya biasanya disebut rebana ngarak, disamping ada yang menggunakan rebana khusus untuk itu, yang ukurannya lebih kecil. Syairsyair yang dinyanyikan selarna arak-arakan antara lain diarnbil dari kitab Diba atau Diwan Hadroh.

Rebana ketimpring yang digunakan untuk mengiringi perayaan - perayaan keluarga seperti kelahiran, khitanan, perkawinan dan sebagainya, disebut rebana maulid. Telah menjadi kebiasaan di kalangan orang Betawi yang taat kepada agarnanya untuk membacakan syair yang menuturkan riwayat Nabi Besar Muhammad SAW. sebagai acara utamanya yang sering kali diiringi rebana maulid. Syair-syair pujian yang biasa disebut Barjanji, karena diambil dari kitab Syaraful Anam karya Syeikh Barzanji.

Rebana dor biasa digunakan mengiringi lagu lagu atau yalil seperti Shikah, Resdu, Yaman Huzas dan sebagainya.

Rebana kasidah (qosidah) seperti keadaannya dewasa ini merupakan perkernbangan lebih lanjut dari rebana dor. Lirik lirik lagu yang dinyanyikannya tidak terbatas pada lirik-lirik berbahasa Arab, melainkan banyak pula yang berbahasa Indonesia. Berlainan dengan jenis jenis rebana lainnya, pada rebana qasidah dewasa ini sudah lazim kaum wanita berperan aktif, baik sebagai penabuh maupun sebagai pembawa vokal. Dengan dernikian rebana kasidah lebih menarik dan sangat populer.

Orkes rebana biang di samping untuk membawakan lagu berirama cepat tanpa tarian yang disebut lagu-lagu zikir, biasa pula digunakan untuk mengiringi tari belenggo. sebagaimana umumnya tarian rakyat, tari belenggo tidak memiliki pola tetap. Gerak tarinya tergantung dari perbendaharaan gerak-gerak silat yang dimiliki penari bersangkutan. Biasanya tari belenggo dilakukan oleh anggota grup rebana biang sendiri secara bergantian. Kalau pada masa-masa lalu tari belenggo hanya merupakan tari kelangenan, dewasa ini sudah berkembang menjadi tari pertunjukan dengan berpola tetap. Di samping itu orkes rebana biang biasa digunakan sebagai pengiring topeng belantek yaitu salah satu teater rakyat Betawi yang hidup di daerah pinggiran Jakarta bagian Selatan.

Orkes samrah berasal dari Melayu sebagaimana tampak dari lagu-lagu yang dibawakan seperti lagu Burung Putih, Pulo Angsa Dua, Sirih Kuning, dan Cik Minah dengan corak Melayu, disamping lagu lagu khas Betawi, seperti Kicir-kicir, Jali-jali, Lenggang-lenggang Kangkung dan sebagainya. Tarian yang biasa di iringi orkes ini disebut Tari Samrah. Gerak tariannya menunjukkan persarnaan dengan umumnya tari Melayu yang mengutamakan langkah langkah dan lenggang lenggok berirama, ditarnbah dengan gerak-gerak pencak silat, seperti pukulan, tendangan, dan tangkisan yang diperhalus. Biasanya penari samrah turun berpasang-pasangan. Mereka menari diffingi nyanyian biduan yang melagukan pantun-pantun bertherna percintaan dengan ungkapan kata-kata merendahkan diri seperti orang buruk rupa hina papa tidak punya apa-apa
Tari Betawi yang sepenuhnya merupakan aneka gerak pencak silat disebut tari silat. Tari ini ada yang diiringi tabuhan khusus yang disebut gendang pencak. Iringan lainnya yang juga bisa digunakan ialah garnbang kromong, gamelan topeng dan lain-lain. Di kalangan masyarakat Betawi terdapat berbagai aliran silat seperti aliran Kwitang, aliran Tanah Abang, aliran Kemayoran dan sebagainya. Gaya-gaya tari silat yang terkenal antara lain gaya seray, gaya pecut, gaya rompas dan gaya bandul. Tari silat Betawi menunjukkan aliran atau gaya yang diikuti penarinya masing-masing.

Pada gamelan ajeng, di samping ada pengaruh Sunda juga tampak adanya unsur Bali seperti pada salah satu lagu yang biasa diiringinya yang disebut lagu Carabelan atau Cara Bali. Pada awainya garnelan ini bersifat mandiri sebagai musik upacara saja. Dalarn perkembangan kemudian biasa digunakan untuk mengiringi tarian yang disebut Belenggo Ajeng atau Tar! Topeng Gong. Orkes ini juga berfungsi sebagai pengiring wayang kulit atau wayang wong yaitu salah satu unsur kesenian Jawa yang diadaptasi oleh masyarakat Betawi terutama di pinggiran Jakarta.

Musik Betawi lainnya yang banyak menyerap pengaruh Sunda adalah gamelan topeng. Disebut dernikian karena gamelan tersebut digunakan untuk mengiringi pagelaran teater rakyat yang kini dikenal dengan sebutan topeng Betaw Popularitas topeng Betawi bagi masyarakat pendukungnya adalah kemampuannya untuk menyampaikan kritik social yang tidak terasa mengpenggeli hati. Salah satu contohnya adalah lakon pendek Bapak jantuk, tampil pada bagian akhir pertunjukan yang sarat dengan nasehat- nasehat bagi ketenteraman berumah tangga. Di antara tarian-tarian yang biasa disajikan topeng Betawi adalah Tari Lipetgandes, sebuah tari yang dijalin dengan nyanyian, lawakan dan kadang-kadang dengan sindiran-sindiran tajam menggigit tetapi lucu. Tari- tari lainnya cukup banyak memiliki ragam gerak yang ekspresif dan dinamis, seperti Tari Topeng Kedok,

Enjot-enjotan dan Gegot. Tari-tarian tersebut bukan saja digemari oleh para pendukung aslinya, tetapi juga telah banyak mendapat tempat di hati masyarakat yang lebih luas, termasuk kelompok etnis lain.

Beberapa penata tari kreatif telah berhasil menggubah beberapa tari kreasi baru dengan mengacu pada ragam gerak berbagai tari tradisi Betawi, terutama rumpun Tari Topeng. Tari kreasi baru itu antara lain adalah Tari Ngarojeng, Tari Ronggeng Belantek, Gado-gado Jakarta. Karya tari ini ternyata mampu memukau penonton, bahkan juga sampai pada Forum Internasional yaitu dalam Festival Tari Antar Bangsa.. Berbagai seni pertunjukan tradisional Betawi telah berkembang sesuai dengan perkembangan jaman dan masyarakat pendukungnya serta merupakan daya pesona tersendiri pada wajah kota Jakarta Untuk dapat menilkmati dan menilainya tiada cara lain yang lebih tepat kecuali menyaksikannya sendiri.

Baca Selanjutnya »»»»

Sejarah Provinsi Lampung

LampungSejarah Provinsi Lampung ~ Dengan didahului oleh suatu Keputusan Bersama dari seluruh Bupati / Kepala daerah dan Residen Lampung pada tahun 1962 tercetuslah “PETITIE” penuntutan agar Keresidenan Lampung diubah statusnya menjadi DASWATI I LAMPUNG dan terpisah dan Daswati I Seumatera Selatan. Maka dengan landasan itu pula atas dorongan hasjrat rakyat Lampung yang bergelora untuk memperoleh Status Daswati I bagi Daerah Lampung, maka oleh 9 Partai Politik yang ada pada waktu itu, diambil inisiatif membentuk sebuah Panitia untuk menyalurkan hasrat dan keinginan rakyat tersebut.

Oleh karena pada waktu itu Negara kita masih dalam keadaan Darurat Perang (S.O.B.), maka pembentukan Panitia itu menempuh jalan yang berliku-liku, sehingga sudah dapat dibayangkan bahwa untuk menembus segenap rintangan-rintangan yang bakal timbul, maka Panitia ini harus merupakan panitia dari seluruh rakyat daerah Lampung. Oleh sebab itu segenap rakyat yang terorganisir haruslah terwakili dalam Panitia ini, sedangkan 9 Partai Politik tersebut menjadi Badan Eksekutif daripada Panitia yang akan mewakili Panitia dalam usaha dan perjuangannya.

Perundingan-perundingan dilakukan secara rahasia dan tertutup dan dalam perundingan pertama bulan Februari 1963, menghasilkan hal-hal yang berkenaan dengan bentuk, susunan dan program Panitia dalam garis besarnya. Sesudah diperhitungkan masak-masak dipersiapkan rumusan-rumusan dan teks-teks pernyataan dan lain sebagainya, maka segenap organisasi massa / rakyat dan seluruh Cabang-cabang Partai Politik se-daerah Lampung oleh Panitia diundang dalam rapat tanggal 5 Maret 1963 untuk meresmikan berdirinya Panitia dan mengesyahkan Program Perjuangan Penuntutan Berdirinya daswati I Lampung, bertempat di Gedung B.P.R Tanjungkarang, tetapi rapat ini tidak dapat diteruskan Karena tidak dapat perkenaan dari Penguasa Perang pada waktu itu. Sementara sebagian Panitia Eksekutif mempertanggungjawabkan hal tersebut kepada Penguasa Perang, maka seluruh wakil-wakil Partai Politik / Organisasi berkumpul di Kantor Panitia meneruskan rapat, dimana baik susunan ataupun program perjuangan Panitia mendapat mendapat restu dan dukungan Sepenuhnya, maka baru pada tanggal 7 Maret 1963 Panitia ini dapat diresmikan berdirinya. Untuk mensukseskan perjuangan Panitia guna malaksanakan program perlu dibentuk Perwakilan-perwakilan Panitia di Palembang dan di Jakarta yang oleh Panitia diserahkan kepada Sdr. Achmad Ibrahim sebagai Pimpinannya dengan tugas sebagai Penghubung Panitia dengan Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Selatan dan pemerintah Pusat di Jakarta, untuk memperjuangkan WADAH Daswati I Lampung. Selain dari pada berbagai-bagai pihak masyarakat Lampung, juga Pemuda-pemuda Pelajar dan Mahasiswa tidak ketinggalan telah memberikan bantuan yang tidak sedikit, sehingga sangat berpengaruh akan terlaksananya tuntutan tersebut.

Setelah melalui bermacam-macam proses dalam memperjuangkan WADAH Daswati I Lampung, baik oleh Pejabat-pejabat Pemerintah Keresidenan Lampung maupun perjuangan panitia dengan dibantu oleh segenap potensi masyarakat Lampung, maka sebagai realisasi dari tuntutan tersebut pada tanggal 7 Januari 1964 diadakan Rapat Dinas oleh Gubernur / Kepala Daerah Sumatera Selatan yang dihadiri oleh Catur Tunggal, Para Bupati / Kepala Daerah: Walikota / Kepala Daerah, Anggaota-anggota DPRGR / BPH Tingkat I dan Ketua-ketua Front Nasional se-Keresidenan Lampung, dalam rapat mana Gubernur / Keapala Daerah Sumatera Selatan menyatakan berhubung akan dibentuknya Daswati I Lampung, maka dalam rapat tersebut dibicarakan mengenal persiapan-persiapan pembentukan Daswati I Lampung.

Berdasarkan surat keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 14 Desember 1963 Nomor : BK/2103/5-472, A. 17/1313-3. oleh Pemerintah Daerah Sumatera Selatan dengan Surat keputusannya tanggal 8 Januari 1964 Nomor : L.5/1964, oleh Pemerintah Pusat pada prinsipnya telah menyetujui pembentuka Daerah Swatantra Tingkat I Lampung dalam waktu sesingkat-singkatnya, maka dibentuk Team Asistensi, yang terdiri dari :
Ketua : Anwar glr Datuk Madjo Basa Man Kuning, Pegawai Tinggi Ketataprajan Tingkat I Departemen Dalam Negeri.
Wakil Ketua : Hi. Zainal Abidin Pagar Alam, Residen Lampung.
Sekretaris : R. Junada S.H. Pembantu Utama Sekretaris Daerah Bendaharawan Tingkat I Sumatera Selatan.
Pembantu-pembantu : 1. Hi. Mursyid Alamsyah Carapeboka, Bupati dpb Kantor Residen Lampung, Pembantu Sekretaris.

1. R. Achmad, Sekretaris Kersidenan Lampung, Pembantu Bendaharawan.
Tugas-tugas Team Asistensi yaitu membantu Gubernur / Kepala Daerah Sumatera Selatan dalam usahanya mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan untuk pelaksanaan pemindahan hak, tugas kewajiban dan wewenang dalam urusan Pemerintah dari Pemerintah Sumatera Selatan kepada Pemerintah Daerah Lampung yang akan dibentuk itu antara lain mengenai:

1. Saoal-soal kepegawaian.
2. Soal-soal harta benda (bergerak atau tidak bergerak, passiva dan activa).
3. Urusan-urusan dari instansi Tingkat I Sumatera Delatan.
4. Dan lain-lain persiapan Organisasi Pemerintah Daerah.
Team Asistensi tersebut telah melaksanakan tugasnya dengan baik dan telah melaporkan hasilnya kepada Gubernur / Kepala Daerah Sumatera Selatan untuk bahan persiapan pembentukan Daswati I Lampung Tersebut.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 3 Tahun 1964, maka terbentuklah Daerah Swatantra Tingkat I Lampung dengan mengubah Undang-undang Nomor : 25 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tigkat I Sumatera Selatan, maka Dati I Sumatera Selatan diubah menjadi Dati I Sumatera Selatan dengan memisahkan wilayah yang meliputi Daerah-daerah Tingkat II Lampung Utara, Lampung Tengah, Lampung Selatan dan Kotapraja Tanjungkarang / Telukbetung, dan memebentuk Dati I Lampung yang meliputi daerah-daerah tersebut diatas.

Behubung dengan itu menurut pasal 6 Perpu No. 3 Tahun 1964 tersebut, ketentuan-ketentuan berdasarkan Peraturan-peraturan Negara dan Daerah yang berlaku bagi Dati I Lampung ; sampai saat ketentuan-ketentuan itu ditambah, diganti atau dicabut, demikian pula dalam pasal 13 ditetapkan untuj menyiapkan perlengkapan pertama Organisasi Pemerintah Daerah Tingkat I Lampung dalam jangka waktu 3 tahun disediakan biaya yang diperlukan dalam Anggaran pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Pada tanggal 16 Maret 1964 oleh Bapak Hi. Zainal Abidin Pagar Alam Residen Lampung telah mengadakan rapat pembentukan Panitia Penyelenggara Peresmian Daswati I Lampung yang dihadiri oleh Catur Tunggal Keresidenan Lampung, Para Bupati / Walikota Kepala Daerah ; Kepala-kepala Jawatan / Instansi dan Panitia Besar Perjuangan Penuntutan Daswati I Lampung, yaitu untuk merealisir pembentukan Daswati I Lampung berdasar Perpu No. 3 Tahun 1964, sebagai hasil pembicaraan-pembicaraan beliau di Jakarta dengan Departemen dalam Negeri, Gubernur / Kepala Daerah Sumatera Selatan dan Pejabat Gubernur Lampung Bapak Kusno Dhanupojo, yang dilaksanakan pada tanggal 13 Maret 1964.

Pada tanggal 18 Maret 1964 Pak Kusno Dhanupojo Pj. Gubernur Lampung yang telah di lantik oleh Menteri Dalam Negeri tiba di Lampung bersama-sama Bapak Eny Karim yang mewakili Menteri Dalam Negeri beserta rombongan dan rombongan Catur Tunggal dari Sumatera Selatan.

Pada tanggal 18 Maret 1964 jam 20.00 WIB terjadilah detik-detik bersejarah, upacara serah terima Pemerintah Daerah dari Gubernur / Kepala Daerah, Ketua DPRGR Sumatera Selatan kepada Pj. Gubernur / Kepala Daerah / dipersaksikan oleh Bapak Eny Karim sebagai Wakil Menteri Dalam Negeri.

Pada tanggal 19 Maret 1964 diadakan rapat Dinas Daswati I Lampung yang pertama dengan semua Kepala-kepala daerah Tingkat II Lampung Utara, Lampugn Tengah, Lampung Selatan dan Walikota / Kepala Daerah Kotapraja Tanjungkarang / Telukbetung, kemudian diadakan rapat dinas dalam rangka pembentukan Dinas-dinas serta Jawatan Neveau Dati I Lampung dengan Kepala-kepala Dinas serta Kepala-kepala Jawatan Dati I Sumatera Selatan.

Dengan surat keputusan Gubernur / Kepala Daerah Lampung tanggal 26 Maret 1964 Nomor : 1/G/B-III/1964, ditetapkan susunan Organisasi dan Tata kerja Sekretariat Pemerintah Daerah, Daerah Tingkat I Lampung, Tata Kerja dan tugas masing-masing Biro dan Bagian-bagian, dengan pejabat Kepala tiap-tiap Biro yang pertama kali ditetapkan dengan Surat Keputusan Gubernur / Keplaa Daerah Lampung tanggal 27 Maret 1964 Nomor : 21?UP/1964.

Dengan Surat Keputusan Gubernur / Kepala Daerah Lampung tanggal 21 April 1964 Nomor : 3/G/B-III/1964, dibentuk pula Dinas-dinas Tingkat I Daerah Lampung, yang terdiri dari 13 Dinas, masing-masing :
1. Dinas Pertanian Rakyat.
2. Dinas Kehewanan dan Peternakan.
3. Dinas Kehutanan.
4. Dinas Karet Rakyat.
5. Dinas Perikanan Darat.
6. Dinas Perikanan Laut.
7. Dinas Pekerjaan Umum.
8. Dinas Lalu Lintas Jalan.
9. Dinas Perindustrian Rakyat.
10. Dinas Kesehatan Rakyat.
11. Dinas Sosial.
12. Dinas Pendidikan Darar dan Kebudayaan.
13. Dinas Kesejahteraan Buruh.
Dan dengan surat keputusan Gubernur / Kepala Daerah Lampung tanggal 29 Juni 1964 Nomor : 63/UP/1964, ditetapkan pengangkatan Pejabat-pejabat Kepala Dinas Tingkat I Lampung.

Berhubung telah selesainya tugas-tugas Team Asistensi dalam penyempurnaan penyusunan-penyusunan Organisasi Pemerintah Daerah Swatantra Tingkat I Lampung dan kelengkapan-kelengkapannya termasuk aparat Daerah yang terdiri dari Dinas-dinas Otonom Tingkat I dan lain-lain, maka pada tanggal 1 Mei 1964 Team Asistensi yang diketuai oleh Pak Hi. Zainal Abidin Pagar Alam Residen Lampung, dibubarkan sedang Badan Legeslatif dan lain-lain, terus dilengkapi dan disempurnakan dengan berjalan baik.


Baca Selanjutnya »»»»

Sejarah Palembang | Arti Nama Palembang

PalembangSejarah Palembang | Arti Nama Palembang ~ Nama Palembang banyak mempunyai arti. Pengertian yang mendekati kenyataan adalah apa yang diterjemahkan oleh R.J.Wilkinson dalam kamusnya ‘A Malay English Dictionary’ (Singapore, 1903): lembang adalah tanah yang berlekuk, tanah yang rendah, akar yang membengkak karena terendam lama di dalam air. Menurut Kamus Dewan (karya Dr. T.Iskandar, Dewan Bahasa dan Pustaka, 1986), lembang berarti lembah, tanah lekuk, tanah yang rendah. Untuk arti lain dari lembang adalah tidak tersusun rapi, terserak-serak. Sedangkan menurut bahasa Melayu, lembang berarti air yang merembes atau rembesan air. Arti Pa atau Pe menunjukkan keadaan atau tempat.

Menurut I.J. van Sevenhoven (Lukisan tentang Ibukota Palembang, Bhratara, Jakarta, 1971, hlm. 12), Palembang berarti tempat tanah yang dihanyutkan ke tepi, sedangkan Stuerler menerjemahkan Palembang sebagai tanah yang terdampar. Pengertian Palembang tersebut kesemuanya menunjukkan tanah yang berair. lni tidak jauh dari kenyataan yang ada, bahkan pada saat sekarang, yang dibuktikan oleh data statistik tahun 1990, bahwa masih terdapat 52,24% tanah yang tergenang di kota Palembang. Sebagai catatan tambahan, di Kotamadya sekarang ini masih tercatat sebanyak 117 buah anak-anak sungai yang mengalir di tengah kota.

Kondisi alam ini bagi nenek moyang orang-orang Palembang menjadi modal mereka untuk memanfaatkannya. Air menjadi sarana transportasi yang sangat vital, ekonomis, efisien dan punya daya jangkau dan punya kecepatan yang tinggi. Selain kondisi alam, juga letak strategis kota ini yang berada dalam satu jaringan yang mampu mengendalikan lalu lintas antara tiga kesatuan wilayah:

• Tanah tinggi Sumatera bagian Barat, yaitu : Pegunungan Bukit Barisan
• Daerah kaki bukit atau piedmont dan pertemuan anak-anak sungai sewaktu memasuki dataran rendah
• Daerah pesisir timur laut

Ketiga kesatuan wilayah ini merupakan faktor setempat yang sangat menentukan dalam pembentukan pola kebudayaan yang bersifat peradaban.

Kapan Nama Palembang ‘Lahir’?
Kapan nama Palembang “lahir” tepatnya belum dapat diperkirakan. Apakah nama ini lahir sejak Sriwijaya runtuh atau sebaliknya nama Palembang lahir lebih dahulu sebelum nama Sriwijaya “lahir”. Dari sumber Cina, yaitu kronik Chu-fan-chi, karya Chau Ju-kua tahun 1225, disebutkan nama Pa-lin-fong (Palembang), adalah salah satu bawahan San-fo-tsi.

Wang Ta-yuan dalam catatan perjalanannya Tao-i chih-lio (1349-1350), membedakan antara San-fo-tsi dengan Ku-kang (Kiu-Kiang), yaitu dua buah nama dan tempat yang berbeda. Menurut Ma-huan dalam Ying-yai-Sheng-lan ditulis tahun 1416, menyatakan bahwa Ku-kang adalah negeri yang dahulunya disebut San-fo-tsi (San-bo-tsai).

Dari kronik-kronik Cina, sebagian mengatakan bahwa pengertian San-fo-tsi dapat berarti Palembang dan juga Jambi. J.L.Moens mempertegas bahwa yang disebut kerajaan San-fo-tsi bukan hanya satu kerajaan saja, dia menyarankan bahwa ahli sejarah harus membedakan “San-fo-tsi Palembang” dan “San-fo-tsi Melayu”. Sayangnya J.L. Moens tidak tuntas menyelesaikannya.

Banyak penulis sejarah berpendapat kekeliruan penulisan Cina karena San-fo-tsi (Suarnabhumi atau Pulau Emas) dengan hanya menyebutkan nama pulaunya saja, tidak mendetil dengan nama-nama kerajaan di bagian pulau tersebut.

Nama Palembang pada zaman klasik, selain dalam catatan kronik Cina, juga tertulis dalam Nagarakertagama karangan Prapanca pada tahun 1365. Di dalam Pupuh XIII disebutkan negara-negara bawahan Majapahit di daerah Melayu adalah; Jambi, Palembang, Dharmasraya, Toba dan seterusnya.

Setelah zaman Islam nama Palembang menjadi populer dengan dimuatnya di dalam Babad Tanah Jawi (1680) dan Sejarah Melayu (1612). Sejarah Melayu aslinya ditulis sekitar tahun 1511, ditulis kembali dari pelbagai versi, antaranya oleh Abdullah ibn Abdulkadir Munsyi yang menulis kembali teks tahun 1612. Teks yang menceritakan Palembang dari Sejarah Melayu:

ada sebuah negeri di tanah Andalas, Perlembang namanya, Demang Lebar Daun nama rajanya, asalnya daripada anak-cucu Raja Sulan; Muara Tatang nama sungainya. Adapun negeri Perlembang itu, Palembang yang ada sekarang inilah. Maka Muara Tatang itu ada sebuah sungai, Melayu namanya; di dalam sungai itu ada sebuah bukit Seguntang Mahameru namanya.


Baca Selanjutnya »»»»

Sejarah Provinsi Riau

RiauSejarah Provinsi Riau ~ Nah kali ini Blog Nusatara | Indo One mengulas tentang sedikit sejarah Provinsi Riua, yang saya dapat dari artikel sahabat blogger Pekan Baru, Provinsi Riau terbentuk tahun 1957 dengan Tanjung pinang sebagai ibukota sementara. Dikemudian hari ibukota Riau dipindah ke Pekanbaru. Tokoh yang menduduki jabatan gubernur Riau pertama adalah S.M. Amin.

Sejarah di Riau terkait erat dengan Kerajaan Sriwijaya. Sejumlah ahli sejarah berpendapat bahwa kerajaan ini berpusat di Palembang karena disana ditemukan prasasti peninggalan Sriwijaya. Beberapa ahli sejarah lain mengatakan bahwa puat Kerajaan Sriwijaya adalah di Muaratakus (Riau). Masa kajayaan Kerajaan Sriwijaya adalah antara abad ke 11 sampai abad ke 12. ketika itu kekuasaan Kerajaan Sriwijaya meliputi eluruh wilayah Indonesia bagian barat dan seluruh Semenanjung Melayu.

Pasca keruntuhan Kerajaan Sriwijaya, di Riau muncul beberapa kerajaan. Salah satu kerajaan besar adalah Kerajaan Malaka yang didirikan oleh Prameswara pada awal abad ke 14. Kerajaan Malaka mencapai puncak kejayaannya pada era pemerintahan Sultan Muhammad Iskandar Syah pada awal abad ke 15. Kejayaan Malaka ini tidak lepas dari peran panglima angkatan lautnya, yaitu, Laksamana Hang Tuah.

Kekuasaan Kerajaan Malaka berakhir tanggal 10 Agustus 1511. ketika itu, Ketika itu, Malaka ditaklukan oleh Portugis di bawah pimpinan Alfonso d’Albuquerque. Sultan Mahmud Syah I yang berhasil menyelamatkan diri dari gempuran Portugis kemudian membangun kerajaan baru di Bintan. Kerajaan Melayu ini mewarisi kekuasaan Kerajaan Malaka yang meliputi Kelantan, Perak, Trenggano, Pahang, Johor, Singapura, Bintan, Lingga, Inderagiri, Kampar, Siak, dan Rokan.

Setelah merasa kuat, Sultan Mahmud Syah I merencanakan untuk melancarkan serangan balasan terhadap Portugis di Malaka. Dia kemudian melancarkan serangan berturut-turut tahun 1515, 1516, 1519, 1523, dan 1524. namun semua serangan tersebut tidak berhail menggoyahkan pertahanan Portugis. Bahkan kemudian Portugis melancarkan serangan balasan tahun 1526 dan berhasil menguasai Bintan.
Sultan Mahmud Syah I meninggal dunia tahun 1528 di Pekantua. Posisinya digantikan oleh putranya, yaitu, Sultan Alauddin Riayat Syah II. Dia melanjutkan kebijakan ayahnya dalam menyikapi penjajah. Pada masa kekuasaannya terjadi banyak peperangan melawan Portugis. Berbagai peperangan tersebut menelan korban jiwa yang tidak sedikit.

Selain itu, Kerajaan Melayu juga terlibat dalam beberapa kali pertempuran melawan Kerajaan Aceh. Hubungan anrata Melayu dan Aceh semakin memanas ketika Melayu menjalin kerjasama dengan Belanda untuk menghancurkan Portugis di Malaka. Permusuhan antara kedua kerajaan tersebut berlangsung sampai Aceh mulai surut sepeninggal Sultan Iskandar Muda yang meninggal dunia tahun 1636.

Setelah itu, kekuatan Kerajaan Melayu terpusat untuk menghancurkan Portugis di Malaka. Pada bulan Juni 1640, Kerajaan Melayu yang bekerjasama dengan Belanda melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka. Portugis kalah pada bulan Januari 1641.

Hubungan baik Kerajaan Melayu dengan Belanda berlangsung sampai tahun 1784. Tanggal 30 Oktober 1784, Kerajaan Melayu diserang Belanda dan ditaklukkan. Kerajaan Melayu kemudian mengakui kekuasaan Belanda, mulailah era kolonialisme di Keranaan Melayu.
Sebagai mana daerah lain di Indonesia, di Riau terjadi berbagai perlawanan bersenjata terhadap kolonialisme. Perlawanan besar dilakukan rakyat di daerah Rokan di bawah pimpinan Tuanku Tambusai (1820-1839). Sebelum berjuang melawan Belanda di Rokan, Tuanku Tambusai berjuang dalam perang Padri, bersama-sama gurunya, yaitu, Tuanku Imam Bonjol. Namun tuanku Tambusai tidak berhasil menghancurkan kekuatan Belanda. Dia kemudian menyingkir ke Malaka dan menetap di daerah Seremban.
Selain tuanku Tambusai, masih banyak tokoh lain yang mengobarkan perlawanan rakyat terhadap kolonoalisme Belanda. Namun semua perlawanan tersebut dapat dipatahkan Belanda. Beberapa tokoh yang memimpin perlawanan rakyat adalah Panglima Besar Sulung yang memimpin perlawanan rakyat Retih tahun 1857, Datuk Tabano di Muara Mahat (1898), dan Sultan Zainal Abidin di Rokan (1901-1904). Setelah berbagai perlawanan tersebut dapat diredam, Belanda semakin menancapkan kekuatannya di Riau.
Awal abad ke 20 merupakan era munculnya semangat nasionalisme. Tahun 1916 berdiri Serikat Dagang Islam di Pekanbaru, didirikan oleh Haji Muhammad Amin. Tahun 1930 berdiri Serikat Islam di Rokan Kanan, didirikan oleh H.M. Arif. Setelah itu muncul beberapa organisasi lain seperti Muhammadiyah.

Tahun 1942, Jepang masuk dan menguasai daerah Riau. Di era penjajahan Jepang ini, rakyat semakin sengsara karena seluruh kegiatan rakyat ditujukan untuk mendukung peperangan yang sedang dilancarkan Jepang di seluruh Asia Pasifik. Hasil pertanian rakyat dirampas dan penduduk laki-laki banyak yang dijadikan romusha.

Kabar tentang proklamasi kemerdekaan sampai ke Riau tanggal 22 Agustus 1945, namun teks lengkapnya baru sampai ke Pekanbaru seminggu kemudian. Meskipun sudah mengatehui dengan pasti perihal kemerdekaan, namun rakyat Riau tidak berani langsung menyambutnya. Hal ini karena tentara Jepang masih lengkap dengan senjatanya dan belum adanya pelopor yang meneriakan kemerdekaan. Baru pada tanggal 15 September 1945, para pemuda yang tergabung dalam Angkatan Muda PTT berinisiatif untuk menyuarakan kemerdekaan, sejak hari tiu, pekik kemerdekaan terdengan diseluruh pelosok Riau.

Di awal kemerdekaan, Riau tidak langsung menjadi provinsi, melainkan menjadi bagian dari provinsi Sumatera. Pada saat Sumatera dibagi menjadi tiga provinsi, yaitu, Sumatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan, Riau menjadi bagian dari Sumatera Tengah. Baru pada tahun 1957, status Riau meningkat menjadi Provinsi.

Baca Selanjutnya »»»»

Kota Jambi | Tanah Pilih Pusako Betuah

Kota JambiKota Jambi | Tanah Pilih Pusako Betuah ~ Kota Jambi adalah ibu kota Provinsi Jambi dan merupakan salah satu dari sepuluh daerah Kabupaten/Kota yang ada dalam Provinsi Jambi. Secara historis, Pemkot Jambi dibentuk dengan ketetapan Gubernur Sumatera No 103/1946 sebagai daerah otonom kota besar di Sumatera. Lalu diperkuat lagi dengan Undang - Undang Nomor 9 Tahun 1956 dan dinyatakan sebagai daerah otonom kota besar dalam lingkungan Provinsi Sumatera Tengah.

Dengan pembentukan Provinsi Jambi pada 6 Januari 1948, sejak itu pula Kota Jambi resmi menjadi ibu kota Provinsi. Dengan demikian Kota Jambi sebagai daerah tingkat II pernah menjadi bagian dari tiga Provinsi yakni Provinsi Sumatera, Provinsi Sumatera Tengah, dan Provinsi Jambi sekarang.

Memperhatikan jarak antara Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan pembentukan Pemkot Jambi pada 17 Mei 1946, relatif singkat. Hal itu jelas menunjukan bahwa pembentukan Pemerintah Otonom Kota Besar Jambi saat itu sangat dipengaruhi jiwa dan semangat Proklamasi 17 Agustus 1945.

Meski menurut catatan sejarah pendirian Kota Jambi bersamaan dengan berdirinya Provinsi Jambi (6 Januari 1948), hari jadinya ditetapkan dua tahun lebih dulu. Sesuai Peraturan Daerah (Perda) Kota Jambi Nomor 16 Tahun 1985 yang di sahkan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jambi dengan Surat Keputusan Nomor 156 Tahun 1986.

Hari jadi Pemkot Jambi adalah 17 Mei 1946, dengan alasan pembentukan Pemkot Jambi (sebelumnya disebut Kotamadya sebelum kemudian menjadi kota), adalah 17 Mei 1946 dengan ketetapan Gubernur Sumatera Nomor 103 tahun 1946, yang diperkuat dengan Undang - Undang Nomor 9 Tahun 1956. Kota Jambi resmi menjadi ibu kota Provinsi Jambi pada 6 Januari 1957 berdasarkan UU Nomor 61 Tahun 1958.

Ketentuan mengenai lambang dan motto Kota Jambi diatur melalui Perda Nomor 15 Tahun 2002 tentang Lambang Daerah Kota Jambi, yang ditetapkan di Jambi pada 21 Mei 2002 dan di tandatangani oleh Wali Kota Jambi H Arifien Manap dan Ketua DPRD KOta Jambi H Zulkifli Somad. Lambang Kota Jambi itu secara filosofis melambangkan identitas sejarah dan kebesaran Kerajaan Melayu Jambi dulu. Di lambang tersimpul pula secara simbolik kondisi geografis daerah dan sosiokultural masyarakat Jambi.

Lambang Kota Jambi berbentuk perisai dengan bagian yang meruncing di bawah dikelilingi tiga garis dengan warna bagian luar putih, tengah berwarna hijau, dan bagian luar berwarna putih. Garis hijau yang mengelilingi lambang pada bagian atas lebih lebar dan di dalamnya tercantum tulisan "Kota Jambi" yang melambangkan nama daerah dan diapit oleh dua bintang bersudut lima berwarna putih. Itu melambangkan kondisi kehidupan sosial masyarakat Jambi yang terdiri atas berbagai suku dan agama, memiliki keimanan kepada Tuhan yang Maha Esa.

Warna dasar lambang berwarna biru langit. Isi dan arti lambang senapan/lelo, gong, dan angsa. Disebutkan, setelah Orang Kayo Hitam menikah dengan putri Temenggung Merah Mato yang bernama Putri Mayang Mangurai, oleh Temenggung Merah Mato anak dan menantunya itu diberi sepasang angsa serta perau kajang lako.

Kemudian dia disuruh mengaliri aliran sungai Batanghari untuk mencari tempat guna mendirikan kerajaan baru. Kepada anak dan menantunya tersebut, dipesankan bahwa tempat yang akan dipilih ialah dimana sepasang angsa naik ke tebing dan mupur di tempat itu selama dua hari dua malam.

Setelah beberapa hari mengaliri Sungai Batanghari, kedua angsa naik ke darat di sebelah hilir (kampung jam), kampung tenadang. Dan sesuai dengan amanat mertuanya, Orang Kayo Hitam dan istrinya, Putri Mayang Mangurai, beserta pengikutnya membangun kerajaan baru yang kemudian disebut tanah pilih. Tanah Pilih dijadikan pusat pemerintahan kerajaan (Kota Jambi sekarang).

"Dulu kan ado semacam kepercayaan sebelum memulai sesuatu. Rajo zaman itu mempercayakan kepada duo ekor angso untuk menentukan pusat kota kerajaan. Duo angso itu dilepas di sungai. Kalau angso itu naik, berarti itulah awal kota. Sampai sejauh mano dio bejalan, itulah luas daerahnyo," tutur Sulaiman Abdullah, seorang tokoh masyarakat Jambi yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jambi.

Sewaktu Orang Kayo Hitam menebas untuk menerangi tempat pilihan dua angsa itu, ditemukan sebuah gong dan senapan/lelo yang diberi nama "Sitimang" dan "Sidjimat". Kemudian kedua benda tersebut menjadi barang pusaka Kerajaan Jambi yang disimpan di Museum Negeri Jambi.

"Tanah Pilih itu adalah tanah yang dipilih oleh raja zaman dulu untuk dijadikan istana dan pusat kerajaan. Sedangkan pusako Batuah maksudnya adalah saat membangun, ditemukan barang - barang pusaka seperti gong dan keris," katanya mencoba mengingat kembali kisah - kisah lama itu. Keris yang ditemukan itu diberi nama "Keris Siginjai" dan merupakan lambang kebesaran serta kepahlawanan raja dan Sultan Jambi dahulu. Siapapun yang memiliki keris itu, dialah yang diakui sebagai penguasa atau berkuasa untuk memerintah Kerajaan Jambi.

Tanah Pilih Pesako Betuah secara filosofi mengandung pengertian bahwa Kota Jambi sebagai pusat pemerintahan kota sekaligus sebagai pusat sosial, ekonomi, kebudayaan, mencerminkan jiwa masyarakatnya sebagai duta kesatuan baik individu, keluarga, dan kelompok maupun secara institusional yang lebih luas ; berpegang teguh dan terikat pada nilai - nilai adat istiadat dan hukum adat serta peraturan perundang - undangan yang berlaku.( Finarman Wapu ).

SUMBER : JAMBI INDEPENDENT, SENIN 18 MEI 2009

Baca Selanjutnya »»»»